Permasalahan Sosial - Geng Motor
04.41
By
Unknown
0
komentar
Indonesia adalah
salah satu negara besar baik ditinjau dari segi kuantitas penduduk maupun luas
wilayah. Di Indonesia saat ini banyak
sekali bermunculan masalah-maslah sosial yang mengganggu ketertiban umum,
bahkan sampai berujung pada tindak kriminal. Namun demikian, dari sekian banyak
massalah-masalah sosial yang muncul di berbagai daerah di Indonesia, tidak
semua menjadi sebuah masalah ketika dibawa ke daerah lainnya.
Geng motor merupakan kelompok anak muda (remaja) karena ada kesamaan latar belakang, sekolah, daerah dan lain-lain
yang tergabung dalam suatu komunitas pengguna kendaraan bermotor roda dua. Komunitas
bermotor saat ini bukan hanya menjadi trend
masyarakat perkotaan, melainkan sudah menjamur
sampai pelosok pedesaan. Hal tersebut selain
semakin mudahnya cara masyarakat memiliki
kendaraan berotor roda dua, juga karena kebutuhan
akan transportasi maupun sebagai gaya hidup
bagi sebagaian orang.
Geng motor dalam dapat
menjadi sebuah masalah sosial di beberapa daerah tertentu yang ada di Indonesia
namun tidak di daerah yang lainnya. Dimensi patologis yang disebabkan maraknya
geng motor yang bermunculan di beberapa daerah yang ada di Indonesia sejatinya
sudah menjadi sebuah akar permasalahan yang memang bisa menyebabkan terjadinya
konflik sosial.
Banyak hal yang kemudian menyebabkan permasalahan sosial
muncul dari geng motor yang berkeliaran di beberapa daerah tertentu yang
kemudian menjadi sebuah penyakit sosial. Fenomena geng motor menyebabkan
beberapa masalah soaial baik dalam ranah norma dan nilai masyarakat maupun
dalam konteks Negara dalam mengayomi masyarakat yang kemudian melatarbelakangi
penulis untuk mengkaji fenomena ini sebagai salah satu dimensi sosial dalam
masyarakat.
Geng motor adalah kumpulan orang-orang
pecinta motor yang suka melakukan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor
yang dikendarai. Perlu dibedakan antara geng motor dengan Club Motor. Club
Motor biasanya mengusung merek tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu
dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (Harley Davidson Club), Scooter
(kelompok pecinta Vesva), kelompok Honda, kelompok Suzuki, Tiger, Mio. Ada juga
Brotherhood kelompok pecinta motor besar tua. Tapi kalau soal aksi jalanan,
semuanya sama saja. Kebanyakan sama-sama merasa jadi raja
jalanan, tak mau didahului, apalagi disalip oleh pengendara lain.
Mulanya kumpul-kumpul sesama pecinta
motor, kemudian berubah jadi geng yang beranggotakan puluhan bahkan ratusan
orang. Di jalanan, mereka membentuk gaya hidup yang terkadang menyimpang dari
kelaziman demi menancapkan identitas kelompok. Ngetrack, kebut-kebutan, dan
tawuran adalah upaya dalam pencarian identitas mereka. Selama ini banyak
anggota geng motor itu dari kalangan anak-anak Sekolah Mengah Pertama (SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan menggunakan berbagai jenis motor. Mereka
berkeliaran di malam hari sekitar pukul 23.00 sampai 03.00, dan melakukan
berbagai keonaran, penganiayaan dan kejahatan lainnya, bahkan sampai membunuh.
Geng motor merupakan wadah yang mampu
memberikan gejala watak keberingasan anak muda. Perkembangannya, tak lepas dari
trend and mode yang sedang
berlangsung saat itu. Aksi brutal itu perlu diredam. Mulanya berbuat jahat dari
yang ringan seperti bolos sekolah, lama-lama mencuri, merampok dan membunuh.
Lumrahnya jika sudah berani jahat ada indikasi mereka mengkonsumsi narkoba.
Begitu pun membenci melawan orang tua.
Mereka sadar karena masih sekolah sumber keuangan ada di orang tua. Oleh karenanya, jika orang tua tak memberi
uang cukup, mereka terpaksa membenci dan mengancam orangtuanya tadi. Sedang
aksi kejahatan berupa perampasan dan perampokan, merupakan jalan lain untuk
mendapatkan penghasilan.
Salah satu sebabnya kebrutalan adalah
selain dekat dengan minuman keras, anggota geng motor juga akrab dengan
obat-obatatan terlarang. Bahkan, ada satu geng motor yang ketua dan anggotaya
bahkan merupakan pengedar dan pengguna obat-obatan.
Alasan lain untuk menunjukkan eksistensi
diri dan mencari uang. Mereka ingin diakui keberadaannya. Tapi ada juga yang
asal mulanya hanya karena senang kebut-kebutan. Soal sebab tawuran antar geng
motor, banyak hal yang bisa menjadi pemicunya. Mulai dari masalah rebutan
wanita, daerah kekuasaan, hingga wilayah pemasaran obat-obatan. Seperti
disebutkan tadi, tidak sedikit anggota geng motor yang terlibat dalam
perdagangan narkoba.
Di tiap wilayah mereka selalu mempunyai
pemimpin. Kalau motor hilang dirampas geng musuh atau polisi, mereka tidak akan
rugi. Karena rata-rata mereka memiliki motor itu dari hasil menjambret atau
meminjam motor. Anggota geng sebagian besar adalah
remaja tanggung atau masih duduk di bangku SMU. Mereka belum mempunyai
penghasilan sendiri. Karena itulah mereka sering melakukan kejahatan agar bisa
membeli obat-obatan tersebut.
Mengapa ada sebagian kalangan remaja
yang mudah terbujuk untuk mengikuti geng motor? Benarkah
seluruh fenomena itu sekadar persoalan psikologis, ataukah justru lebih
bercorak sosiologis?
Apabila problem sosial itu dilihat dari
perspektif psikologistis, maka penilaian yang muncul adalah kaum remaja yang
menjadi anggota geng motor tersebut sedang melampiaskan hasrat tersembunyinya.
Dalam bahasa psikoanalisis Sigmund Freud
(1856-1939), kaum remaja itu lebih mengikuti kekuatan id (dorongan-dorongan
agresif) ketimbang superego (hati nurani). Keberadaan ego (keakuan) mereka
gagal untuk memediasi agresivitas menjadi aktivitas sosial yang dapat diterima
dengan baik dalam kehidupan sosial (sublimasi).
Namun, pendekatan psikologis itu sekadar
mampu mengungkap persoalan dalam lingkup individual. Itu berarti nilai-nilai
etis yang berdimensi sosial cenderung untuk dihilangkan. Padahal, kehadiran
geng motor lebih banyak berkaitan dengan problem sosiologis.
Definisi tentang geng itu sendiri sangat
jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki
makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekadar kumpulan remaja yang bersifat
informal. Geng dalam bahasa Inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang
terorganisasi secara rapi. Dalam konsep yang lebih moderat, geng merupakan
sebuah kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan seringkali
menyebabkan keributan. Tentunya sangat banyak faktor penyebab remaja terjerumus
ke dalam kawanan geng motor. Namun, salah satu penyebab utama mengapa remaja
memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang
orangtua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua
mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya
hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat
mengganti dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.
Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan,
perhatian, pujian, dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang
tua atau keluarganya, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki
ikatan emosi yang sangat kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, dan
kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan
mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan
untuk mendapatkan pengakuan tersebut adalah di lingkungan teman sebayanya.
Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak broken
home tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.
Faktor lain yang juga ikut berperan
menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor
adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya
secara positif.
Remaja pada umumnya, lebih suka memacu
kendaraan dengan kecepatan tinggi. Namun, ajang-ajang lomba balap yang legal
sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar
manfaatnya, selain dapat memotivasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang
aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka
dapatkan, akhirnya mereka melampiaskannya dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum
yang berpotensi mencelakakan dirinya dan oranglain.
Kutipan dari Pikiran Rakyat : "Solusi Alternatif
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung, Oji Mahroji, menginstruksikan kepada
seluruh Kepala Sekolah agar tidak segan-segan menindak siswanya yang terbukti
terlibat dalam organisasi geng motor, kalau perlu dikeluarkan dari sekolah. Diharapkan,
tindakan tersebut dapat menekan jumlah anggota geng motor dan aksi brutal
mereka."
Sebenarnya tindakan tersebut tidak
sepenuhnya efektif. Butuh keberanian yang besar dan beresiko tinggi untuk
melakukannya. Salah satu solusi yang bisa memperbaiki keadaan mereka secara
efektif adalah peran; kepedulian; dan kasih sayang orang tua mereka sendiri.
Solusi ini akan lebih efektif, mengingat penyebab utama
mereka memilih geng motor sebagai bagian kehidupannya adalah karena mereka
merasa jauh dari kasih sayang orang tua. Dalam menterapi
anaknya yang sudah terlanjur terlibat anggota geng motor, orang tua bisa
bekerja sama dengan psikolog yang mereka percayai. Sehingga secara pasikologis
sedikit demi sedikit anak akan mendapatkan kembali kenyamanan berada dalam
kasih sayang orang tua serta Penanaman Nilai-nilai Agama sebagai upaya
preventif terhadap peningkatan jumlah anggota geng motor di kemudian hari,
perlu dilakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini. terutama tentang akhlaq
(moral dan etika). Dengan begitu anak akan mengetahui mana yang layak dilakukan
dan mana yang tidak boleh dilakukan. Sehingga pada saat mereka sudah mulai
berinteraksi dengan masyarakat mereka tahu batasan-batasan dan aturan yang
harus dipatuhi.
Selain itu bagaimana melakukan
pengendalian atau kontrol sosial atas merebaknya geng motor itu? Dalam literatur sosiologi (Paul B Horton
dan Chester L Hunt, 1964: 140-146, dan Alex Thio, 1989: 176-182), ada cara yang
dapat dikerahkan untuk mengatasi deviasi sosial. yaitu:
Pertama, Internalisasi
atau penanaman nilai-nilai sosial melalui kelompok informal atau formal.
Lembaga-lembaga sosial, seperti keluarga dan sekolah, adalah kekuatan yang
dapat membatasi meluasnya geng motor. Mekanisme pengendalian itu lazim disebut
sebagai sosialisasi. Dalam proses sosialisasi itu, setiap unit keluarga dan
sekolah memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan
harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi
norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah
sosialisasi yang bersifat informal dalam lingkup keluarga jauh lebih efektif.
Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang akrab antara
orang tua dengan remaja.
Kedua, penerapan
hukum pidana yang dilakukan secara formal oleh pihak negara. Dalam kaitan itu,
aparat penegak hukum, seperti kepolisian, pengadilan, dan lembaga pemenjaraan,
digunakan untuk mengatasi geng motor.
Keuntungannya adalah penangkapan dan
pemberian hukuman kepada anggota-anggota geng motor yang melakukan tindakan
kriminal mampu memberikan efek jera bagi anggota-anggota atau remaja lain.
Kerugiannya, aplikasi hukum pidana
membatasi kebebasan pihak lain yang tidak berbuat serupa. Bukankah dalam
masyarakat ada kelompok-kelompok pengendara sepeda motor yang memiliki
tujuan-tujuan baik, misalnya untuk menyalurkan hobi automotif
Ketiga,
deskriminalisasi yang berarti bahwa eksistensi geng-geng motor justru diakui
secara hukum oleh negara. Tentu saja, deskriminalisasi bukan bermaksud untuk
melegalisasi kejahatan, kekerasan, dan berbagai pelanggaran norma-norma sosial
yang dilakukan remaja. Deskriminalisasi memiliki pengertian sebagai
"kejahatan yang tidak memiliki korban". Prosedur yang dapat ditempuh
adalah pihak pemerintah dan masyarakat membuka berbagai jenis ruang publik yang
dapat digunakan kaum remaja untuk mengekspresikan keinginannya, terutama dalam
menggunakan kendaraan bermotor. Lapangan terbuka atau arena balap bisa jadi
merupakan jalan keluar terbaik.
Penutup dari artikel ini bahwa kehadiran geng
motor merupakan fenomena sosial yang harus direspons secara proporsional oleh
para sosiolog dan ahli hukum dalam mengatasi merebaknya geng-geng motor di
Indonesia.
0 komentar: